PT Protecter & Gamble atau P&G didirikan oleh William Procter, seorang pembuat lilin, dan James Gamble, seorang pembuat sabun. Keduanya menjadi ipar ketika menikah dengan kakak beradik Olivia dan Elizabeth Norris. Ide pendirian usaha bersama ini dirintis oleh Alexander Norris, mertua mereka, yang mengadakan pertemuan di mana ia membujuk Procter dan Gamble untuk menjadi partner bisnis. Pada bulan Oktober 1837, sebagai hasil dari pertemuan tersebut, Procter & Gamble didirikan.
P&G memiliki 23 merek yang bernilai lebih dari satu milyar dolar bila dilihat dari penjualan tahunannya dan 18 merek lainnya dengan nilai penjualan antara $500 juta hingga $1 milyar.
Merek milyaran dolar
- Ascend adalah merek sebuah Sampo dan kondisioner yang dipasarkan di wilayah Asia Tenggara dan sebagian India.
- Bounty adalah merek sebuah tissue dapur (paper towel) yang dijual di AS dan Kanada.
- Braun adalah produsen alat-alat rumah tangga yang berspesialisasi pada produksi pencukur elektronik, epilaptor, peralatan perawatan rambut, dan blender.
- CoverGirl adalah merek kosmetik wanita.
- Crest/Oral B adalah merek produk pasta dan pemutih gigi.
- Dawn/Fairy adalah merek sabun cuci piring.[11]
- Downy/Lenor merek pelembut pakaian.
- Duracell merek baterai dan senter
- Fusion merek pencukur jenggot pria.
- Gain merek deterjen cuci, pelembut pakaian, dan sabun cuci piring cair.
- Gillette merek alat cukur pria dan wanita.
- Head & Shoulders merek shampoo anti-ketombe dan kondisioner.
- Olay merek produk perawatan kulit wanita.
- Oral-B merek sikat gigi dan produk perawatan gigi.
- Pampers merek popok sekali pakai.
- Pantene merek produk perawatan rambut
- Rejoice Merek Produk Perawatan rambut yang hanya dipasarkan di wilayah Asia
- Tide merek deterjen.
- Vicks Merek Produk farmasi untuk pengobatan batuk, dan saluran pernapasan. di Indonesia, Vicks diproduksi oleh PT Darya Variadibawah lisensi dan pengawasan P&G Indonesia
- Wella merek produk perawatan rambut (shampoo, kondisioner, styling, dan pewarna rambut).
- Always/Whisper merek pantyliner yang dipasarkan di Asia.
- Flash/Mister Clean merek pembersih serbaguna.
Sebagian besar merek di atas, termasuk di antaranya Bounty, Crest, dan Tide, merupakan produk global yang dipasarkan di beberapa negara. P&G di Indonesia tidak membangun merek dari nol, melainkan cukup memilih mana yang paling cocok untuk karakteristik pasar Indonesia. Begitulah, pelan tapi pasti, P&G meluncurkan mereknya dalam ketegori produk yang telah diperhitungkan, sekaligus mengedukasi masyarakat. Cara ini lumayan berhasil. Produk perawatan rambut P&G, misalnya, kini menguasai sekitar 30% pangsa pasar Indonesia. Senjata andalannya, Pantene, Rejoice dan Head & Shoulders. Unilever, si jago tua, menguasai 60% lewat Brisk, Sunsilk, Clear, Organics dan Dimension. Sementara Wings, yang mengandalkan Emeron, menguasai 5%. Sisanya menjadi rebutan pemain lain. Hanya dalam waktu satu dasawarsa, P&G menjelma menjadi pesaing utama Unilever. Perusahaan ini memasuki hampir semua kategori fast moving consumer product. Lihat saja, di kategori perawatan rambut (hair care), P&G memiliki empat merek: Pantene, Rejoice Pro V, Head & Shoulders serta Ascends, yang dicanangkan buat merebut pasar Asia. Di perawatan wajah, ada Oil of Olay (dulunya Oil of Ulan). Di pembalut wanita, ada Whisper. Untuk perawatan bayi, ada Pampers. Sabun mandi: Camay, Zest. Obat-obatan bebas diterobosnya dengan Vicks Formula 44, Vicks Inhaler dan Vicks Vaporub. Pasar permen pun dijajakinya dengan Vicks (rasa mint dan rasa jeruk).
Keberhasilan produk dan merek-merek itu merebut pasar Indonesia, hal ini tidaklah terjadi begitu saja. Semuanya dikembangkan berdasarkan kebutuhan pasar lewat studi kelayakan yang komprehensif. Semua merek yang di luncurkan memiliki target pasar yang sangat spesifik dan berpatokan pada CDI (category development index). Di sisi lain juga banyak diuntungkan oleh jaringan global yang dimilikinya. Ini memungkinkannya mempelajari perkembangan yang terjadi pada satu kategori di negara lain. Selama ini P&G, khususnya di Indonesia memanfaatkan database milik mereka. Karena keingingan konsumen selalu berubah, kemampuan manajemen membaca dan mengantisipasi perubahan sangat menentukan survive-tidaknya merek. Di situlah, peranan tim R&D perusahaan sangat menentukan. Terlambat mengantisipasi perubahan, bisa berakibat hilangnya peluang.
Sebagai contoh, kasus Rejoice 2in1 yang terganjal Unilever. P&G lantas mengantisipasinya dengan meremajakan Rejoice dan mengubah positioning-nya menjadi sampo 3in1 dan Rejoice Rich, yang mendapat sambutan pasar lumayan bagus. Konsep pengembangan merek di P&G, kata Asisten Manajer Merek P&G (untuk ASEAN, Australia dan India) Martono, adalah improve continuous life. Maksudnya, terus melakukan inovasi dan perbaikan agar produk atau merek yang mereka luncurkan bertahan dan berkembang. Menurut Martono, setidaknya ada empat langkah yang dijalankan P&G dalam pengembangan dan pengelolaan merek. Pertama, analisis kategori. “Ada atau tidak kebutuhan konsumen di sana. Itulah yang pertama kali harus dianalisis,” ujarnya. Kedua, pengujian. Pada tahap ini dikaji seberapa besar potensi pasar pada kategori itu. Ketiga, membaca arah perkembangan kategori tersebut, sekaligus dibandingkan dengan kemampuan kompetitor. “Tidak jarang kami harus melakukan beberapa kali SWOT sebelum meluncurkan merek baru,” ungkapnya. Tahap akhir, peluncuran merek baru yang didukung kegiatan promosi. Setiap riset dilakukan per kategori, selain untuk menjaga efisiensi, juga membuat operasionalnya lebih fokus.
P&G selama ini tidak menggunakan strategi harga bantingan untuk merebut pasar. Bahkan, harga produknya relatif lebih tinggi dibandingkan produk sejenis dari produsen lain. Tahun ini P&G akan mengucurkan bujet sangat besar untuk program perbaikan lingkungan dan bantuan kemanusiaan sebagai strategi ethical marketingnya. Sedikitnya ada delapan produk P&G mempunyai kampanye iklan yang bergembar-gembor tentang lingkungan atau support bantuan (filantropi). Strategi ini mirip dengan kisah klasik perusahan-perusahaan global yang telah sukses sebelumnya dimana mereka meniupkan citra simpati lewat program filantropi. Sebab, ungkap Officer Marketing Global P&G Jim Stegel, strategi ini memiliki dampak emotional yang sangat besar dan memberi support yang dahsyat bagi citra positif perusahaan. Ethical marketing kini sudah menjadi mainstream untuk tiap aktivitas promo produk maupun komunikasi iklan.